Senin, 22 September 2014

Belajar (lagi) Sejarah Oleh: Dicki Triana Septian



“Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir”(Qs. Al-'A`raf[7]:176)
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya” (Ir Soekarno)

Mempelajari sejarah kemerdekaan. Seringkali diabaikan orang-orang. Menjadi hal yang lumrah jika sebagian pelajar di Indonesia sepertinya tidak suka bahkan membenci pelajaran sejarah. Padahal, dengan belajar sejarah kita dapat lebih bersyukur, bersyukur dapat menghirup napas merdeka, bersyukur atas segala limpahan rezeki yang berada di tanah indonesia yang merupakan hasil perjuangan dari para pahlawan.
Kehidupan Indonesia yang makmur nan sejahtera ini. Apakah kemakmuran ini datang dengan sendirinya? Apakah kesejahteraan ini datang tanpa ada pengorbanan? Tidak. Bangsa Indonesia mereka dahulu tak mendapatkan kemakmuran seperti sekarang. Tak mendapatkan jatah duduk santai di tiap waktu senggang. Tak dapat menikmati seteguk manis kehidupan. Apa yang para pejuang kita lakukan? Mereka berperang, saling tembak dan saling tempur. Semua pengorbanan mereka hanya ada satu tujuan,yakni, kemerdekaan.
Jika kita bandingkan dengan realitas kehidupan masa kini.Sudah cukupkah kita menghargainya?
Sekadar belajar mengingatnya pun, masih dengan kebosanan, dengan ketidakseriusan. Seperti enggan belajar tentang sebuah perjuangan. Sebagai faktanya. Pendidikan sejarah yang dimana di sanalah bekal para pelajar untuk mengetahui sejarahnya pun seperti tak diminati, meski tak secara gamblang mereka menyebutkannya. Salah satunya adalah Passing Grade SNMPTN,yang menjadikan pogram pendidikan sejarah menjadi urutan di bagian akhir, meski tidak mencapai paling akhir, begitu pun dengan mata pelajaran sejarah di sekolah menengah. Mata pelajaran sejarah seperti di pinggirkan oleh pihak sekolah yang seolah-olah mendukung para siswa untuk tidak belajar sejarah, dengan jam pelajaran yang hanya 45 menit[1], dengan uluran waktu 15 menit kerena kesibukan guru yang bersangkutan,  belum lagi 15 menit setelah masuk dipakai untuk mengabsen dan memperlengkap administrasi kelas terlebih dahulu. Alhasil, belajar sejarah hanya sekitar 15 menit, itupun jika guru yang bersangkutan tidak menyelipkan bahan tertawaan yang menghabiskan waktu 5 – 10  menit untuk mempersilahkan siswa-siswanya tertawa.
Belajar sejarah itu dapat membuat kita sadar akan segala sikap, tingkah laku dan segala seluk beluk di kehidupan kita.
Kisah kartini yang mempejuangkan martabat wanita, yang ingin membela kaumnya, yang tak mau kaum wanita di rendahkan. Tapi, realita sekarang, sifat mereka tidak sama sekali meniru kartini, meski ada beberapa orang yang menirunya, itupun karena faktor budaya yang harus memaksa meraka meniru kartini. Wanita pada masa kini selalu dirinyalah yang ingin diperlakukan manja, meski ada sebagian wanita yang bekerja keras, namun, mereka seperti menindas kaum laki-laki yang sebagai penjaga mereka. Tak lupa pula perjuangan Imam Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan yang memperjuangkan islam tetap berada di muka bumi Indonesia, dengan Nahdhotul Ulama dan Muhammadiyah, mereka tetap berjuang mempertahankan ajaran agama Islam. Tetapi umat islam seperti enggan dan tak mau berdakwah tentang budaya islam. Berharga sekali, di Indonesia terdapat banyak pondok pesantren yang mencoba untuk mengajarkan islam di muka bumi Indonesia, sangat disayangkan jika pesantren di Indonesia punah. Tentang pemuda indonesia yang merupakan tonggak perjuangan nasional Indonesia, para pemuda jaman dahulu, mereka mengadakan kongres pemuda yang di pimpin oleh Sugondo Joyopuspito, dalam kongres tersebut mereka mencetuskan dan berikrar dengan sebuah sumpah yang sekarang lebih dikenal dengan “soempah pemoeda”. dalam sumpah itu mereka berjanji atas pengakuan mereka terhadap indonesia, mengaku bangsa Indonesia dan merka melakukan demikian adalah demi Indonesia. Dan cerminan pemuda sekarang, bagaimana dengan mereka? Jangankan berjuang, mengaku warga Indonesia saja, mereka masih enggan membanggakannya, memakai bahasanya pun mereka seperti tak mau lagi, mereka lebih bangga jika lidah mereka berbicara memakai bahasa selain bahasa Indonesia, dengan dalih modernisasi, globalisasi, dan entah apalagi yang mereka jadikan alasan agar mereka tidak memakai bahasa Indonesia. Sulit memang, jika kita harus berjuang kembali demi merebutkan kemerdekaan. Jangankan rakyat yang masih beradadi strata terendah, pemimpin saja yang tugasnya menjaga Indonesia, mereka seperti tidak mencerminkan sifat keindonesiaannya.
Dalam Al-Qur’an banyak di ceritakan tentang sejarah,banyak juga dalam potongan ayat Allah swt memerintahkan agar Nabi Muhammad saw menceritakan kisah-kisah sejarah itu, salah satu perintah Allah swt adalah dalam kutipan ayat diatas,tujuannya adalah agar manusia berfikir, bertafakur dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah itu. Dalam artian, Allah swt memerintah kepada Nabi demikian, karena Allah Ingin hambanya tidak sekali-kali melupakan sebuah kisah yang telah lalu, agar di jadikan sebuah pelajaran bagi yang mempelajarinya. Begitu pun sejarah kemerdekaan Indonesia, Ir Soekarno mengatakan “JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Lupakan Sejarah)”, beliau sebagai presiden Indonesia yang pertama sekaligus tokoh proklamator yang sering di kenang, menggagas demikian karena ia tahu pasti akan ada bangsa Indonesia yang akan melupakan sejarah kemerdekaan.
Cukuplah sudah hanya para pejuang yang merasakan berperang demi bela bangsa. Bangsa ini hanya di tuntut untuk menghargai, menghargai dengan belajar mengingatnya kembali, dan dengan meniru sifat pejuangnya, begitu pun kita harus mensyukuri apa yang telah dihasilkan dari keringat perjuangan mereka. Karena, bukan fisik yang kita hadapi. Tapi, pikiran yang akan kita perangi.
Dengan demikian, jangan ada anggapan bahwa belajar sejarah itu membosankan. Karena, bangsa yang besar adalah bangsa yang mengharagai sejarahnya.
Tunggu apalagi. Ayo! Kita belajar lagi sejarah.





[1] Jam pelajaran di sesuaikan dengan sekolah dimana penulis berada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda. menentukan nasib saya!!