Selasa, 31 Desember 2013

Puitisasi Al-Qur'an

Menu kasih diujung abad Rambiya.. Rambiya.. Menu-menu kasih di ujung tulus abad ini. Rambiya,. Tuhan mengutuk kasih yang siap santap malam ini,. Merubah cinta yang dihidangkan nanti malam,. Dengan ijrad yang dulu kau sediakan,. Sayang,. Adam awam yang mencerna tak tau gizi nya,. Hanya indah di dalam mangkuknya tak memikirkan cacing pita di dalamnya,. Tak peduli hilangnya vitamin di dalamnya,. Hanya lapar sebuah kasih dan panganan sebuah cinta,. Manusia akan bergerilya malam ini,. Merebutkan sepiring kasih dan semangkuk cinta Dicki Triana S. SM 18:47, Sel 31 12 2013

Kamis, 05 Desember 2013

Essay 1


Nasionalisme, Patriotisme, dan Muslimisme
(Dalam meratapi zaman, semangat pemuda beragama dan bangsa)
Oleh Ahmadillah Fikran Mahissa 4F Smi Al-muhajirin
      Peradaban zaman yang telah berkembang menyebabkan pendapat yang salah pemahaman dalam sebuah permasalahan menjadi salah satu penyebab terjadinya Pengkiprahan yang salah dalam kehidupan.
            “Nasionalisme” adalah paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. Menurut ensiklopedia Indonesia “nasionalisme diartikan sebagai sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan.
Pengkiprahan “nasionalisme” dalam kehidupan zaman sekarang telah terhapuskan oleh pemuda yang jauh dari kebenaran. Penindasan, tawuran, dan perilaku yang menyinggung norma menjadi pengacu penghilang rasa “nasionalisme” dan menghilangkan rasa kebersamaan untuk cinta tanah air. Sebagai pemuda beragama dan bangsa seharusnya mempersiapkan diri untuk membangun bangsa. Bagaimana caranya pemuda tersebut membangun semangat “nasiomalisme”?.
      Sikap kepahlawanan, gagah berani, pantang menyerah, rela berkorban demi bangsa dan negara adalah makna “patriotisme”. Pemuda bangsa telah jauh dari sikap patriotisme, yang terjadi hanyalah perselisihan, pertikaian yang menyebabkan permusuhan.
            Islam adalah agama yang mudah dan indah “nasionalisme dan  patriotisme” berkenaan dengan pemahaman jihad dalam agama islam. Zaman berkembang merubah keadaan. Rasulullah SAW membawa cahaya penerang dari zaman kegelapan. Apakah zaman ini akan kembali di dalam kegelapan?. Bagaimana untuk jihad di zaman sekarang?
   Jihad adalah perjuangan untuk membela agama yang dimana pada zaman Rasul seorang muslim bangga akan kemuslimannya. Jihad zaman sekarang bukanlah berjihad peperangan tapi bagaimana kita bias berjihad untuk melawan hawa nafsu. Itulah sebagai salah satu cara menumbuhkan semangat dan menjadikan kebanggaan seorang muslim.
   “Nasionalisme, patriotisme, dan muslimisme” adalah ikatan pemahaman yang perlu ditumbuhkan dan direalisasikan  pemuda beragama dan bangsa dalam kehidupan. Tidak hanya mengetahui arti pemahaman tersebut, tetapi pemuda bangsa harus memahaminya dan menanamkan pemahaman itu dalam diri. Hilangnya nasionalisme. patriotisme, serta pemahaman seorang muslim menyebabkan hilangnya kesatuan, persatuan,dan kebanggaan menjadi muslim. Serta menyebabkan robohnya suatu bangsa dan agama.
            “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengetahui keadaan rakyatnya dan agama yang tegak adalah agama yang memiliki pemuda yang bangga menjadi penganut agama tersebut”. 


Selasa, 06 Agustus 2013

"AYO" Stardji Calzoum Bachri


Adakah yang lebih tobat
dibanding air mata
adakah yang lebih mengucap
dibanding airmata
adakah yang lebih nyata
adakah yang lebih hakekat
dibanding airmata
adakah yang lebih lembut
adakah yang lebih dahsyat
dibanding airmata
para pemuda yang
melimpah di jalan jalan
itulah airmata
samudera puluhan tahun derita
yang dierami ayahbunda mereka
dan diemban ratusan juta
mulut luka yang terpaksa
mengatup diam
kini airmata
lantang menderam
meski muka kalian
takkan dapat selamat
di hadapan arwah sejarah
ayo
masih ada sedikit saat
untuk membasuh
pada dalam dan luas
airmata ini
ayo
jangan bandel
jangan nekat pada hakekat
jangan kalian simbahkan
gas airmata pada lautan airmata
malah tambah merebak
jangan letupkan peluru
logam akan menangis
dan tenggelam
dikedalaman airmata
jangan gunakan pentungan
mana ada hikmah
mampat
karena pentungan
para muda yang raib nyawa
karena tembakan
yang pecah kepala
sebab pentungan
memang tak lagi mungkin
jadi sarjana atau apa saia
namun
mereka telah
nyempurnakan
bakat gemilang
sebagai airmata
yang kini dan kelak
selalu dibilang
bagi perjalanan bangsa
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri




Senin, 05 Agustus 2013

Assalamu'alaikum Wr. Wb
sebuah pengenalan yang mungkin Saya sebagai shohibul bait (istilahnya) akan mengajak anda jalan-jalan menyusuri blog saya yang entah berapa ratus tahun tak di sapu atau tak di pel (karena tak punya pembokat pribadi untuk bersihin blog saya) yang jelas saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu.
oh, ya Nama saya "DIKI TRIANA SEPTIAN" Sebut saja 'DIKI' atau apalah panggilan sayang anda kepada saya, Saya tinggal di Purwakarta, JABAR, Indonesia (bentar lagi jadi Munchen, Germany) Saya senang Menulis, Mka dari itu di Blog saya Bakalan banyak tulisan-tulisan mungkin (adalah) komyol Menurut Anda (juga Saya), dan tak perlu banyak bicara mari kita tengok saja kumpulan tulisannya yang akan di posting mendatang (yang terdahulu hanya sebuah Intermezo saja)

Trims....

Sabtu, 09 Maret 2013

sebuah puisi dari rendra

SAJAK KENALAN LAMAMU

Oleh : 
W.S. Rendra
Kini kita saling berpandangan saudara. 
Ragu-ragu apa pula,
 
kita memang pernah berjumpa.
 
Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,
 
tergencet oleh penumpang berjubel,
 
Dari Yogya ke Jakarta,
 
aku melihat kamu tidur di kolong bangku,
dengan alas kertas koran, 
sambil memeluk satu anakmu,
 
sementara istrimu meneteki bayinya,
 
terbaring di sebelahmu.
 
Pernah pula kita satu truk,
 
duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,
 
sambil meremasi tetek tengkulak sayur,
 
dan lalu sama-sama kaget,
 
ketika truk tiba-tiba terhenti
 
kerna distop oleh polisi,
 
yang menarik pungutan tidak resmi.
 
Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,
 
kerna sama-sama anak jalan raya.
 
……………………………
Hidup macam apa ini ! 
Orang-orang dipindah kesana ke mari.
 
Bukan dari tujuan ke tujuan.
 
Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan.
 
…………………….
Kini kita bersandingan, saudara. 
Kamu kenal bau bajuku.
 
Jangan kamu ragu-ragu,
 
kita memang pernah bertemu.
 
Waktu itu hujan rinai.
 
Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah
 
tepat pada waktu kamu juga menariknya.
 
Kita saling berpandangan.
 
Kamu menggendong anak kecil di punggungmu.
 
Aku membuka mulut,
 
hendak berkata sesuatu……
 
Tak sempat !
 
Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..
 
Dalam pandangan mata berkunang-kunang,
 
aku melihat kamu
 
membawa helaian plastik itu
 
ke satu gubuk karton.
 
Kamu lapiskan ke atap gubugmu,
 
dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..
 
Sebungkus nasi yang dicuri,
 
itulah santapan.
 
Kolong kios buku di terminal
 
itulah peraduan.
 
Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal ini,
 
karena kita anak jadah bangsa yang mulia.
 
………………….
Hidup macam apa hidup ini. 
Di taman yang gelap orang menjual badan,
 
agar mulutnya tersumpal makan.
 
Di hotel yang mewah istri guru menjual badan
 
agar pantatnya diganjal sedan.
 
……………..
 
Duabelas pasang payudara gemerlapan,
 
bertatahkan intan permata di sekitar putingnya.
 
Dan di bawah semuanya,
 
celana dalam sutera warna kesumba.
 
Ya, saudara,
 
Kita sama-sama tertawa mengenang ini semua.
 
Ragu-ragu apa pula
 
kita memang pernah berjumpa.
 
Kita telah menyaksikan,
 
betapa para pembesar
 
menjilati selangkang wanita,
 
sambil kepalanya diguyur anggur.
 
Ya, kita sama-sama germo,
 
yang menjahitkan jas di Singapura
 
mencat rambut di pangkuan bintang film,
 
main golf, main mahyong,
 
dan makan kepiting saus tiram di restoran terhormat.
 
………..
 
Hidup dalam khayalan,
 
hidup dalam kenyataan……
 
tak ada bedanya.
 
Kerna khayalan dinyatakan,
 
dan kenyataan dikhayalkan,
 
di dalam peradaban fatamorgana.
 
……….
Ayo, jangan lagi sangsi, 
kamu kenal suara batukku.
 
Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.
 
Ya, memang aku. Temanmu dulu.
 
Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu
 
bergiliran meniduri gula-gulanya,
 
dan mengintip ibumu main serong
 
dengan ajudan ayahmu.
 
Kita telah sama-sama beli morphin dari guru kita.
 
Menenggak valium yang disediakan oleh dokter untuk ibumu,
 
dan akhirnya menggeletak di emper tiko,
 
di samping kere di Malioboro.
 
Kita alami semua ini,
 
kerna kita putra-putra dewa di dalam masyarakat kita.
 
…..
Hidup melayang-layang. 
Selangit,
 
melayang-layang.
 
Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..
 
meninggi…. Ke awan……
 
Peraturan dan hukuman,
 
kitalah yang empunya.
 
Kita tulis dengan keringat di ketiak,
 
di atas sol sepatu kita.
 
Kitalah gelandangan kaya,
 
yang perlu meyakinkan diri
 
dengan pembunuhan.
 
………..
 
Saudara-saudara, kita sekarang berjabatan.
 
Kini kita bertemu lagi.
 
Ya, jangan kamu ragu-ragu,
 
kita memang pernah bertemu.
 
Bukankah tadi telah kamu kenal
 
betapa derap langkahku ?
Kita dulu pernah menyetop lalu lintas, 
membakari mobil-mobil,
 
melambaikan poster-poster,
 
dan berderap maju, berdemonstrasi.
 
Kita telah sama-sama merancang strategi
 
di panti pijit dan restoran.
 
Dengan arloji emas,
 
secara teliti kita susun jadwal waktu.
 
Bergadang, berunding di larut kelam,
 
sambil mendekap
 hostess di kelab malam. 
Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.
Politik adalah cara merampok dunia. 
Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,
 
untuk menikmati giliran berkuasa.
 
Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan.
 
dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi
 
lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !
 
Politik adalah festival dan pekan olah raga.
 
Politik adalah wadah kegiatan kesenian.
 
Dan bila ada orang banyak bacot,
 
kita cap ia sok pahlawan.
 
………………………..
Dimanakah kunang-kunag di malam hari ? 
Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?
 
Di hari-hari yang berat,
 
aku cari kacamataku,
 
dan tidak ketemu.
 
………………
Ya, inilah aku ini ! 
Jangan lagi sangsi !
 
Inilah bau ketiakku.
 
Inilah suara batukku.
 
Kamu telah menjamahku,
 
jangan lagi kamu ragau.
Kita telah sama-sama berdiri di sini, 
melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah api,
 
gunung yang kelabu membara,
 
kapal terbang pribadi di antara mega-mega meneteskan air mani
 
di putar
 blue-film di dalamnya. 
…………………
Kekayaan melimpah. 
Kemiskinan melimpah.
 
Darah melimpah.
 
Ludah menyembur dan melimpah.
 
Waktu melanda dan melimpah.
 
Lalu muncullah banjir suara.
 
Suara-suara di kolong meja.
 
Suara-suara di dalam lacu.
 
Suara-suara di dalam pici.
 
Dan akhirnya
 
dunia terbakar oleh tatawarna,
 
Warna-warna nilon dan plastik.
 
Warna-warna seribu warna.
 
Tidak luntur semuanya.
 
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
 
dari suatu kejadian,
 
yang kita tidak tahu apa-apa,
 
namun lahir dari perbuatan kita.
 
 
Yogyakarta, 21 Juni 1977 
Potret Pembangunan dalam Puisi
(http://zhuldyn.wordpress.com)