Minggu, 30 November 2014

Sarana berfikir ilmiah


Perbedaan utama manusia dengan hewan terletak pada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Seluruh pikiran hewan dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang diinginkannya atau membuang benda yang menghalanginya. Dengan demikian sering kita melihat seekor monyet yang menjangkau secara sia-sia benda yang dia inginkan sedangkan manusia yang paling primitif pun telah tahu mempergunakan bandringan, laso, atau melempar dengan batu. Manusia sering disebut sebagai Homo Faber makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat itu dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan tersebut juga memerlukan alat-alat.
Untuk  melakukan kegiatan ilmiah tersebut secara baik diperlukan sarana berfikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berfikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif  bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana berfikir ilmiah ini, dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi tersendiri. Artinya, kita mempelajari sarana berfikir ilmiah ini seperti mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal. Pertama, sarana berfikir ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah ini merupakan kumpulan pengetahuan yang diadapatkan berdasarkan metode ilmiah. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan mempelajari lmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan permasalahan sehari-hari.
Untuk dapat melakukan kegiatan berfikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berfikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat berkomunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berfikir deduktif dan berfikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berfikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan proses berfikir ilmiah tersebut.
Bahasa
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berfikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Dalam hal ini Ernst Cassirer menyebut manusia sebagai Animal symbolicum, makhluk yang menggunakan symbol, yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas daripada Homo sapiens yakni makhluk yang berfikir, sebab dalam kegiatan berfikirnya manusia mempergunakan symbol. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berfikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.
Bahasa dapat dicirikan sebagai serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakkan bunyi sebagai alat berkomunikasi. Sebenarnya kita berkomunikasi dengan mempergunakan alat-alat lain, umpamanya saja dengan dengan memakai berbagai isyarat.
Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Berbeda dengan binatang maka manusia mencoba mengatur pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi kepada manusia simbolik. Demikian juga hidup dalam dunia fisik yang kejam dan sukar diramaikan maka manusia bangkit dan melawannya. Manusia lalu mengembangkan pengetahuan untuk menguasainya; tanah diolahnya, belantara ditebangnya, air dan iklim dikuasai dan dimanfaatkannya. Lewat pengetahuan ini maka manusia menjadi penguasa dunia.
Statistika
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang dikenal dalam pemikiran Yunani kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan sarjana Muslim namun, bukan dalam lingkup teori peluang.
Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenaranya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat faktual, di mana konsekuensinya dapat di uji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan mempergunakkan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut. Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kalau kita telaah lebih dalam maka pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dangan hipotesis yang diajukan. Sekiranya hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau disahkan kebenarannya. Sebaliknya, jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak.
Penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur pearikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meski pun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Wallahua’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda. menentukan nasib saya!!