Kamis, 25 Februari 2016

GAJRUGAN[1]




“kii.. cepetan kata mamah. Mamah udah nunggu di halte depan mall”. Teriak kakak dari dalam kamarnya.

Aku yang menambah kecepatan memakai bajuku. Bergegas memakai celana dan merapikan segala penampilan diluaran badanku. Berdandan layaknya seorang yang akan dinilai baik oleh masyarakat. Memang begitulah hidup, manusia hanya akan menilai diluaran sikap kita saja. Menilai setiap penampilan kita. Maka dari itu, penting dalam menjaga penampilan.

“iya teh[2], lagi siap-siap”. Balasku teriak dalam kamarku pula. Kamarku dan kamar kakakku tidak terlalu jauh. Hanya dibatasi ruang keluarga yang tidak begitu luas.

Aku menyalakan motorku, motor matic kekuatan motor gede. Bukan karena mesin atau spare-part-nya tapi karena aku yang mengendarainya. Bandel, kencang, dan awet. Kadang aku selalu dimarahi oleh mamah, karena mengendarai motor seperti orang mabuk.

Aku mulai memakai helm. Bukan karena polisi, tapi karena memang helm dapat meminimalisir kerusakan kepala saat kecelakaan. Meski, polisi menjadi alasan mendasar pula.

Aku mulai mengendarai motor ini, dengan sedikit musik yang terlantun dalam headsetku, meski memang berbahaya. Pikiranku selalu saja melayang jika aku sedang mengendarai motor, kadang memikirkan kekasihku yang memang tak kunjung kuhubungi. Kadang memikirkan tugas kuliahku yang tak kunjung selesai karena kerjaan malasku.

“Gjrug… gjrug..” seketika lamunanku hilang. Aku tak menyadari ada gajrugan di depan. Aku harus berhati-hati dan fokus melihat kejalan.

Tak lama kemudian aku lihat didepan ada gajrugan kedua, namun terlihat kecil. “ahh.. gak gajrugan kecil”.

“Gjrugg.. gjrugg..” ternyata gajrugan kecil itu menimbulkan efek yang sama seperti gajrugan sebelumnya. “ahh,…” gerutuku dalam hati.

Tak lama kemudian ada dua gajrugan yang berdekatan, namun kedua gajrugan itu berbeda dengan kedua gajrugan sebelumnya. Gajrugan pertama bobrok dikanan. Sedangkan gajrugan kedua bobrok dikiri, sehingga membentuk seperti efek zig-zag.

“kulewati saja yang bobroknya..” kurancang strategi untuk melewatinya. Setelah melewat gajrugan bobrok kanan aku akan segera belok ke gajrugan kedua, sebelah kiri. Gajrugan pertama. Aman. Ketika ku akan belok ke gajrugan bobrok kedua.

“Gjrugg….” Bagian belakang motorku tetap saja harus melewati gajrugan itu. “payah”.

Setelah melewati beberapa gajrugan itu, akhirnya aku melewati jalan raya, disini aku harus berhati-hati. Banyak pengguna jalan yang lebih liar daripada aku. Pengguna jalan yang bahkan polisi pun tak pernah merasa menandatangani surat ijin mereka, karena mereka belum pernah membuatnya. Pengguna jalan yang memang belum pernah mengikuti seminar keamanan berkendara, karena memang mereka mengira semua itu pasti didapat secara otomatis. Beginilah kehidupan jalanan. Meski begitu, masih banyak pengguna jalan yang baik, dan menaati tata aturan kepolisian lalu-lintas.

Aku melihat halte dimana mamaku berada. Halte didepan mall itu penuh dengan orang-orang yang mungkin pula menunggu jemputan dari orang-orang tersayangnya. Atau memang mereka menunggu bus yang akan mengangkut mereka ke tempat tujuan mereka selanjutnya. Aku lihat mamah dengan muka yang sedikit capek. Menggendong satu kresek belanjaan rumah yang besar. Aku kasihan padanya. Setiap bulan ia harus pergi ke mall berbelanja kebutuhan orang-orang di rumah.

“kamu kemana aja, mamah udah hamper se-jam nunggu kamu” gerutu mamah dengan sedikit lebay, mamah hanya nunggu kurang dari 30 menit saja. Aku menghitungnya.

Mamah naik dibelakangku, belanjaan yang radi dibawanya disimpan di dibawah tepat diatas kakiku. Mamah berpegangan sangat kuat, dia tahu kalau aku yang menjemputnya, adrenalinnya terpacu sangat kuat. Mamah juga bosan mengatakan “pelan-pelan” padaku, sehingga dia sudah tidak lagi mengatakannya.

Aku melewati jalan yang tadi, jalan raya yang masih saja banyak kegaduhan diatasnya. Melewati jalan tikus yang banyak sekali menanam gajrugan. Kali ini aku akan menarik pedal rem, memperlambat laju roda motorku.

Gajrugan pertama adalah gajrugan zig-zag yang tadi sempat berhasil namun gagal. kali ini aku harus memilih, salah satu harus terlewati oleh banku. Kuperlambat ketika ku harus melewati bagian gajrugan yang tidak bobrok.

“Berhasil”  Genjotan yang dihasilkan tidak terlalu besar.

Ketika melalui gajrugan kedua, gajrugan yang kecil. Gajrugan yang sempat aku ledek akan tak berguna, namun alhasil aku terkena ledekanku sendiri. Terkejut dengan genjotan yan sama besar pula. Namun, kali ini aku akan memperlambat lajuku.

“Berhasil” Genjotannya sama kecil seperti gajrugannya.

Dan kali ini aku harus melewati gajrugan yang tadi sempat mengagetkan lamunanku. ku coba strategi perlambatan laju pada gajrugan ini. Ku Tarik pedal rem ketika akan melewatinya.

“Berhasil” Kali ini tidak membuyarkan fokusku.

Semua gajrugan telah dilewati aku kembali menarik kencang gas motorku. Semakin kuat bajuku ditarik oleh mamah. Semakin keras pula suara kresek yang terkena angin dibawahku. Namun, tak lama akhirnya aku dan mamah sampai di rumah.





[1] Polisi tidur
[2] Panggilan untuk ‘kakak perempuan’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda. menentukan nasib saya!!